Selasa, 19 September 2017

Sejarah Islam, Pemikiran Modern dalam Islam, Antropologi dan Sosiologi

A.    Sejarah Islam
            Istilah “sejarah” adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa Arab),  sirah (bahasa Arab), history (bahasa Inggris) dan geschichte (bahasa Jeman). Semua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti ilmu.
            Definisi secara umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Menurut Ibnu Khaldun (t.th : 4), sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, namun adanya nalar yang kritis untuk menemukan kebenaran suatu kejadian pada masa lampau.[1]
1.      Fase-fase Sejarah Islam
            Dikalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang awal sejarah Islam. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw. diangkat sebagai rasul. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah.
            Selain itu, sejarawan juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodisasi sejarah Islam. Di Indonesia ada 2 periodisasi yang dibuat oleh Ulama, yaitu :
a.       A. Hasymy (1978 : 58), periodisasinya adalah :
1)      Permulaan Islam          (610-661M)
2)      Daulah Ammawiyah   (661-750M)
3)      Daulah Abbasiah I      (750-847M)
4)      Daulah Abbasiah II     (847-946M)
5)      Daulah Abbasiah III   (946-1075M)
6)      Daulah Mughal           (1261-1520M)
7)      Daulah Utsmaniah      (1520-1801M)
8)      Kebangkitan                (1801-sekarang).[2]
b.      Harun Nasution (1975 : 13-4) dan Nourouzman, periodisasinya adalah :
1)      Periode Klasik (650-1250M)
           Ditandai adanya perluasan wilayah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. yaitu wilayah Mekah dan Madinah. Ketika di Mekah, Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya mendapatkan tekanan dari kalangan Quraisy dan  Nabi Muhammad Saw terpaksa mengirim para pengikutnya ke Abesinia untuk mendapatkan suaka (perlindungan). Nabi Muhammad Saw masih bertahan di mekah karena dukungan keluarga, namun tak lama istri beliau meninggal dan kepala sukunya pun demikian dan digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya.
           Tahun 620 M, Nabi Muhammad Saw membuat kesepakatan kepada penduduk Yastrib (Madinah) yang akhirnya Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya diterima disana. Di Madinah ada 2 kelompok umat Islam, yaitu Muhajirin dan Anshar.[3]
           Setelah kedudukan Islam di Madinah kuat, umat Islam menaklukan mekah kembali dan kesuksesan Nabi Muhammad Saw menjadi lengkap.  Lalu Nabi Muhammad Saw pun wafat, umat Islam berikhtilaf (berpendapat) soal penggantinya. Ada beberapa kelompok, Pertama, kelompok Syi’ah yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad Saw telah menentukan pengggantinya dengan wasiat.  Kedua, kelompok Sunni yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi.
           Tidak lama setelah dipimpin oleh Khalifah, umat Islam menaklukan beberapa kota seperti Damaskus (635M); Mesir (639-641M);  Mesopotamia, Babilonia dan Hulwan (640); Nihawand, Persia dan Iskandaria (642M); Isfahan (643M); Tripoli (647M); dan Siprus (649M).[4]
           Akhir kekuasaan al-khulafa al-rasyidun ditandai adanya perpecahan umat Islam menjadi 2 kubu : pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang berkedudukan sebagai Gubernur Suriah. Meski mereka terpecah tapi mereka membawa Islam yang bercorak Arab menjadi “internasional”.
           Kekuasaan Bani Umayah dimulai setelah khalifah Ali bin Abi Thalib wafat. Pada akhir abad ke-7 M., umat Islam melakukan penjajahan di Eropa yang dipimpin oleh Thariq bin Jiyad. 2 tahun kemudian di Austria.[5] Akhirnya kekuasaan Bani Umayah berakhir karena pemberontakan yang di kompori oleh Abu al-Abbas dari Bani Abbas bekerja sama dengan Abu Muslim al-Khurasani dari Syi’ah.
           Kekuasaan Bani Abbas yang dipimpin oleh al-Manshur (754-775M). Sumber kehidupan mereka yaitu pertanian dan perdagangan.[6] Disini terjadi integrasi bahasa (pembauran bahasa agar menjadi kesatuan yang utuh).[7] Umat Islam berkembang pesat sehingga dapat menguasai ilmu pengetahuan. Bidang astronomi : al-Farazi, bidang optik : Abu Ali al-Hasan bin al-Haitsam, bidang fisika : Abu Raihan Muhammad al-Baituni, bidang kimia : Jabir Ibnu Hayyan, bidang kedokteran : al-Razi dan Ibnu Sina.
           Ulama terkenal : al-Thabari (tafsir); Bukhari dan Muslim (hadits); Abu Hanifah, Malik bin Annas, al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan Daud al-Zhahiri (fikih); Ibnu Hisyam (sejarah); Washil bin Atha (teologi); Yazid al-Bustami dan Husein bin Manshur al-Hallaj (tasawuf).[8]
           Disintegrasi (1000-1250M) dibidang politik ditandai adanya keinginan wilayah yang jauh dari ibukota negara, yaitu Bagdad untuk melepaskan diri. Disintegrasi mencapai klimaksnya dengan jatuhnya Dinasti Abbas di Bagdad ke tangan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (1258M).



2)      Periode Pertengahan (1250-1800M)
           Ada 2 zaman : zaman kemunduran (1250-1500M) dan zaman tiga kerajaan besar (1500-1800M). Kemunduran ini berawal dari kehancuran Bagdad oleh Hulagu Khan, dilanjutkan ke Suria dan Mesir, tapi Mesir masih bertahan. Perpecahan juga terjadi diantara pengikut mazhab fikih.[9]
           Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300thun(1500-1800). Tiga kerajaan besar dimaksut adalah kerajaan utsamani diturki(1290-1924), kerajaan safarwi dipersia (1501-1736), dan kerajaan mughal diindia (1526-1858).
           Salah satu raja mughal india, mempunyai pendapat yg liberal. Ia ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberi nama din ilahiy (harun nasution, I, 1985:85). Diturki, bahasa turki meningkat menjadi bahasa ilmu sedangkan sebelumnya ulama turki menulis dalam bahasa persia. Di india, bahasa Urdu meningkat menjadi bahasa ilmu, mengantikan bahasa persia. Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain : Kerjaan Ustmani digantikan oleh Republik Turki( 1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan Kerajaan Mughal di India diganti oleh penjajah Inggris (1875-1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat islam, “ tidak berhasil” dan umat islam memasuki fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Prancis tahun 1798.[10]
3)      Periode Modern (1800 M)
           Periode modern disebut pula oleh Harun Nasution (1,1985:88) sebagai jaman kebangkitan Islam. Exspedisi Napolion yang berakhir tahun 1801 membuka mata umat islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam, disamping kekuatan dan kemajuan barat. Exspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan dunia. Untuk kepentingan ilmiah, Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut Institut d’Egypt yang mempunyai empat kajian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi, dan politik, serta ilmu sastra dan seni.
           Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah:
a)      Sistem negara republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu,
b)      Persamaan (egalite),
c)      kebangsaan (nation).
Raja dan para permukaan Islam mulai berfikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikannya balance of power yag telah membahayakan umat Islam.  Maka timbulah gerakan pembaruan yang di lakukan diberbagai negara, terutama Turki Utsmani dan Mesir.
Disamping itu ada juga, aliran pembaruan lain, yaitu aliran barat yang dimotori oleh Tewfik Fikred (1867-1951) dan Abdulah Jeudat (1869-1932), aliran Islam yang dimotori oleh Mehmet akif (1870-1936), dan aliran nasionalis yang dimotori oleh Zia Goklap (1924).[11]

B.     Pemikiran Modern dalam Islam
1.      Pengertian Pembaruan Islam
            Di sebagian umat Islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum mau apa yang dimaksud dengan pembaruan Islam. Mereka memandang bahwa pembaruan Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam yang baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul kepribadiannya.[12]
2.      Model Penelitian Pemikiran Modern Dalam Islam
a.       Model Penelitian Deliar Noer
            Salah satu buku yang berjudul Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, diterbitkan oleh LP3ES di sekitar tahun 1980-an. Buku ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan gerakan modern di Indonesia yang terjadi pada tahun 1900-1942. Penelitian tersebut antara lain : memuat latar belakang pemikiran, permasalahan yang ingin dipecahkan, metode dan pendekatan serta analisis yang digunakan.[13]
            Deliar Noer mengatakan betapa perkembangan masa merdeka banyak relevansinya dengan perkembangan pemikiran periode sebelumnya antara tahun 1900-1942. Pertama, soal Khilafiyah atau biasa disebut takhayul atau khurafat. Kedua, sifat fragmentasi kepartaian. Ketiga, kepemimpinan yang bersifat pribadi. Keempat, perbedaan dan pertentangan paham. Kelima, hubungan dengan pemerintah.[14]
b.      Model Penelitian H.A.R. Gibb
            Hasil penelitiannya berjudul Modern Trends in Islam yaitu tentang gerakan modern dalam Islam kelihatannya bertolak dari tesis yang mengatakan bahwa Islam adalah suatu agama yang hidup dan vital yang menyampaikan dakwah kepada hati, pemikiran, dan perasaaan dari berpuluh-puluh, malah beratus-ratus miliun manusia memberikan kepadanya suatu pedoman supaya hidup jujur, sunggung-sungguh dan takwa.[15]
            Untuk membuktukan tesisnya itu H.A.R. Gibb melakukan penelaahan terhadap doktrin-doktrin ajaran Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-sunnah dan bukan dari sumber-sumber yang sudah tidak sejalan dengan doktrin tersebut.
            Gibb mengemukakan tentang dasar-dasar alam pikiran Islam, ketegangan Islam, dasar-dasar modernisme, agama kaum modern, hukum dan masyarakat serta Islam di dunia.[16]



C.     Antropologi dan Sosiologi
1.      Makna Penelitian Antropologi dan Sosiologi Agama.
                        Melalui pendekatan antropologi sosok agama yang berada    pada dataran empirik akan dapat dilihat serat seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan.             Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan        adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan      kondisi ekonomi dan politik.[17]
                        Dengan mengunakan pendekatan dan perspektif       antropologi dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-          fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak             pernah lepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial   kemasyarakatan yang mendukung keberadaanya.
                        Dalam tinjauan sosiologi masyarakat dilihat sebagai suatu    kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yag sudah teratur dan    boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan ini, dengan sendirinya             masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya     (proses sosial) di selidiki oleh sosiologi.
                        Dalam penelitian kaum sosiolog agama dijelaskan bahwa      sukar bagi manusia, unuk dalam jangka waktu yang cukup lama,          bersepakat mengatur tingkah laku mereka sesuai dengan macam-            macam larangan dan perintah yang satu sama lain tidak berlainan.    Banyaknya krisis di siplin dalam kehidupan penjara, militer  atau          sekolah menunjukan bahwa konsensus kelompok cenderung gagal             ketika di siplin itu di perlakukan dengan sewenang-wenang tidak    normal, dan karenanya tidak berarti.
                        Dalam pandangan kaum sosiolog, agama lebih lanjut di        buktikan memiliki fungsi yang amat penting. Dalam hubungan ini,    paling kurang ada enam fungsi agama bagi kehidupan masyarat di             antaranya:
a.       Agama dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu di manusia yang tidak dapat di penuhi oleh lainnya.[18]
b.      Agama dapat berperan memaksa orang untuk menepati janji-janjinya.
c.       Agama dapat membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan kewajiban sosial.
d.      Agama berperan membantu merumuskan nilai-nilai luhur yang di junjung oleh manusia dan di perlukan untuk menyatukan pandangannya.
e.       Agama pada umumnya menerangkan fakta-fakta bahwa nilai-nilai yang ada dalam hampir semua masyarakat bukan sekedar kumpulan nilai yang bercampur aduk tetapi membentuk tingkatan.
f.       Agama juga telah tampil sebagai yang memberikan standar tingkah laku, yaitu berupa keharusan-keharusan yang ideal yang membentuk nilai-nilai sosial yang selanjutnya disebut sebagai norma-norma sosial.[19]
2.      Model Penelitian Antropologi Agama
            Penelitian ini dilakukan oleh seorang antropolog Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil penelitian itu telah di tuliskan dalam buku berjudul The religion of java,dapat di ketahui bahwa penelitan yang di lakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada data-data yang di kumpulkan melalui wawancara, pengamatan, survei, dan penelitian Grounded Research yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang di telitinya.[20]
            Untuk mengumpulkan data-data yang di perlukan dalam penelitiannya itu, Geertz menggunakan informan, yakni orang-orang yang dapat menyampaikan informasi tentang objek yang di telitinya.[21]

3.      Model Penelitian Sosiologi Agama
            Pada dasarnya Penelitian Sosiologi agama adalah penelitian tentang agama yang mempergunakan pendekatan ilmu sosial (sosiologi).[22]
            Para sosiolog membuat kesimpulan tentang agama dari apa yang terdapat di masyarakat. Jika suatu pemeluk agama terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, kesehatan, kebersihan atau lainnya, kaum sosiolog terkadang menyimpulkan bahwa agama dimaksud merupakan agama untuk orang-orang yang terbelakang. Kesimpulan ini mungkin akan mengagetkan kaum tekstual yang melihat agama sebagaimana yang terdapat dalam kitab suci yang memang diakui ideal.[23]



[1] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, METODOLOGI STUDI ISLAM (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 137
[2] Ibid., hlm.138
[3] Ibid., hlm. 139
[4] Ibid., hlm. 140
[5] Ibid., hlm. 141
[6] Ibid., hlm. 142
[7] Ibid., hlm. 143
[8] Ibid., hlm. 144
[9] Ibid., hlm. 145
[10] Ibid., hlm. 146
[11] Ibid., hlm. 147
[12] Abuddin Nata, Metodologi STUDI ISLAM (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 378
[13] Ibid., hlm. 381
[14] Ibid., hlm. 382
[15] Ibid., hlm. 387
[16] Ibid., hlm. 388
[17] Ibid., hlm. 391
[18] Ibid., hlm. 393
[19] Ibid., hlm. 394
[20] Ibid., hlm. 397
[21] Ibid., hlm. 398
[22] Ibid., hlm. 401
[23] Ibid., hlm. 403

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MANTAN GUBERNUR LAMPUNG YANG TETAP EKSIS SEBAGAI DUTA BESAR REPUBLIK INDONESIA UNTUK KROASIA

  ( Gambar 1. Komjen (Purn.) Drs. H. Syachroedin Zainal Pagaralam (Kanan) ) [1] Sjachroedin Zainal Pagaralam yang saat ini memili...