A. Sejarah Islam
Istilah “sejarah” adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa Arab), sirah
(bahasa Arab), history (bahasa
Inggris) dan geschichte (bahasa
Jeman). Semua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti ilmu.
Definisi secara umum adalah masa lampau
manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi,
maupun gejala alam. Menurut Ibnu Khaldun (t.th : 4), sejarah tidak hanya
dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, namun adanya nalar yang
kritis untuk menemukan kebenaran suatu kejadian pada masa lampau.[1]
1.
Fase-fase
Sejarah Islam
Dikalangan
sejarawan terdapat perbedaan tentang awal sejarah Islam. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai
sejak Nabi Muhammad Saw. diangkat sebagai rasul. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai
sejak Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah.
Selain
itu, sejarawan juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau
periodisasi sejarah Islam. Di Indonesia ada 2 periodisasi yang dibuat oleh
Ulama, yaitu :
a.
A.
Hasymy (1978 : 58), periodisasinya adalah :
1)
Permulaan
Islam (610-661M)
2)
Daulah
Ammawiyah (661-750M)
3)
Daulah
Abbasiah I (750-847M)
4)
Daulah
Abbasiah II (847-946M)
5)
Daulah
Abbasiah III (946-1075M)
6)
Daulah
Mughal (1261-1520M)
7)
Daulah
Utsmaniah (1520-1801M)
8)
Kebangkitan (1801-sekarang).[2]
b.
Harun
Nasution (1975 : 13-4) dan Nourouzman, periodisasinya adalah :
1)
Periode
Klasik (650-1250M)
Ditandai
adanya perluasan wilayah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. yaitu wilayah Mekah
dan Madinah. Ketika di Mekah, Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya
mendapatkan tekanan dari kalangan Quraisy dan
Nabi Muhammad Saw terpaksa mengirim para pengikutnya ke Abesinia untuk
mendapatkan suaka (perlindungan). Nabi Muhammad Saw masih bertahan di mekah
karena dukungan keluarga, namun tak lama istri beliau meninggal dan kepala
sukunya pun demikian dan digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya.
Tahun
620 M, Nabi Muhammad Saw membuat kesepakatan kepada penduduk Yastrib (Madinah)
yang akhirnya Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya diterima disana. Di Madinah ada
2 kelompok umat Islam, yaitu Muhajirin dan Anshar.[3]
Setelah
kedudukan Islam di Madinah kuat, umat Islam menaklukan mekah kembali dan
kesuksesan Nabi Muhammad Saw menjadi lengkap.
Lalu Nabi Muhammad Saw pun wafat, umat Islam berikhtilaf (berpendapat)
soal penggantinya. Ada beberapa kelompok, Pertama,
kelompok Syi’ah yang beranggapan
bahwa Nabi Muhammad Saw telah
menentukan pengggantinya dengan wasiat. Kedua, kelompok
Sunni yang beranggapan bahwa Nabi
Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusyawarah di
Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi.
Tidak
lama setelah dipimpin oleh Khalifah, umat Islam menaklukan beberapa kota
seperti Damaskus (635M); Mesir (639-641M); Mesopotamia, Babilonia dan Hulwan (640);
Nihawand, Persia dan Iskandaria (642M); Isfahan (643M); Tripoli (647M); dan
Siprus (649M).[4]
Akhir
kekuasaan al-khulafa al-rasyidun
ditandai adanya perpecahan umat Islam menjadi 2 kubu : pendukung Ali bin Abi
Thalib dan pendukung Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang berkedudukan sebagai
Gubernur Suriah. Meski mereka terpecah tapi mereka membawa Islam yang bercorak
Arab menjadi “internasional”.
Kekuasaan
Bani Umayah dimulai setelah khalifah Ali bin Abi Thalib wafat. Pada akhir abad
ke-7 M., umat Islam melakukan penjajahan di Eropa yang dipimpin oleh Thariq bin
Jiyad. 2 tahun kemudian di Austria.[5] Akhirnya
kekuasaan Bani Umayah berakhir karena pemberontakan yang di kompori oleh Abu
al-Abbas dari Bani Abbas bekerja sama dengan Abu Muslim al-Khurasani dari
Syi’ah.
Kekuasaan
Bani Abbas yang dipimpin oleh al-Manshur (754-775M). Sumber kehidupan mereka
yaitu pertanian dan perdagangan.[6]
Disini terjadi integrasi bahasa (pembauran bahasa agar menjadi kesatuan yang
utuh).[7]
Umat Islam berkembang pesat sehingga dapat menguasai ilmu pengetahuan. Bidang
astronomi : al-Farazi, bidang optik : Abu Ali al-Hasan bin al-Haitsam, bidang
fisika : Abu Raihan Muhammad al-Baituni, bidang kimia : Jabir Ibnu Hayyan, bidang
kedokteran : al-Razi dan Ibnu Sina.
Ulama
terkenal : al-Thabari (tafsir); Bukhari dan Muslim (hadits); Abu Hanifah, Malik
bin Annas, al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan Daud al-Zhahiri (fikih); Ibnu
Hisyam (sejarah); Washil bin Atha (teologi); Yazid al-Bustami dan Husein bin
Manshur al-Hallaj (tasawuf).[8]
Disintegrasi
(1000-1250M) dibidang politik ditandai adanya keinginan wilayah yang jauh dari
ibukota negara, yaitu Bagdad untuk melepaskan diri. Disintegrasi mencapai
klimaksnya dengan jatuhnya Dinasti Abbas di Bagdad ke tangan Mongol yang
dipimpin oleh Hulagu Khan (1258M).
2)
Periode
Pertengahan (1250-1800M)
Ada
2 zaman : zaman kemunduran (1250-1500M) dan zaman tiga kerajaan besar
(1500-1800M). Kemunduran ini berawal dari kehancuran Bagdad oleh Hulagu Khan,
dilanjutkan ke Suria dan Mesir, tapi Mesir masih bertahan. Perpecahan juga
terjadi diantara pengikut mazhab fikih.[9]
Fase
tiga kerajaan besar berlangsung selama 300thun(1500-1800). Tiga kerajaan besar
dimaksut adalah kerajaan utsamani diturki(1290-1924), kerajaan safarwi dipersia
(1501-1736), dan kerajaan mughal diindia (1526-1858).
Salah
satu raja mughal india, mempunyai pendapat yg liberal. Ia ingin menyatukan
semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberi nama din ilahiy (harun
nasution, I, 1985:85). Diturki, bahasa turki meningkat menjadi bahasa ilmu
sedangkan sebelumnya ulama turki menulis dalam bahasa persia. Di india, bahasa
Urdu meningkat menjadi bahasa ilmu, mengantikan bahasa persia. Akan tetapi,
kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan
internal dan serangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan
oleh kekuatan lain : Kerjaan Ustmani digantikan oleh Republik Turki( 1924), Safawi
di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan Kerajaan Mughal di India
diganti oleh penjajah Inggris (1875-1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan
besar ini untuk memajukan umat islam, “ tidak berhasil” dan umat islam memasuki
fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris
sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Prancis tahun 1798.[10]
3)
Periode
Modern (1800 M)
Periode
modern disebut pula oleh Harun Nasution (1,1985:88) sebagai jaman kebangkitan Islam.
Exspedisi Napolion yang berakhir tahun 1801 membuka mata umat islam, terutama
Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam, disamping kekuatan
dan kemajuan barat. Exspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer,
tetapi juga untuk kepentingan dunia. Untuk kepentingan ilmiah, Napoleon membentuk
lembaga ilmiah yang disebut Institut d’Egypt yang mempunyai empat kajian: ilmu
pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi, dan politik, serta ilmu sastra dan seni.
Ide-ide
baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah:
a)
Sistem
negara republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu,
b)
Persamaan
(egalite),
c)
kebangsaan
(nation).
Raja dan para permukaan Islam mulai
berfikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikannya balance of power yag
telah membahayakan umat Islam. Maka timbulah
gerakan pembaruan yang di lakukan diberbagai negara, terutama Turki Utsmani dan
Mesir.
Disamping itu ada juga, aliran pembaruan
lain, yaitu aliran barat yang dimotori oleh Tewfik Fikred (1867-1951) dan
Abdulah Jeudat (1869-1932), aliran Islam yang dimotori oleh Mehmet akif
(1870-1936), dan aliran nasionalis yang dimotori oleh Zia Goklap (1924).[11]
B.
Pemikiran
Modern dalam Islam
1.
Pengertian
Pembaruan Islam
Di
sebagian umat Islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum
mau apa yang dimaksud dengan pembaruan Islam. Mereka memandang bahwa pembaruan
Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam yang
baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para
ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul kepribadiannya.[12]
2.
Model
Penelitian Pemikiran Modern Dalam Islam
a.
Model
Penelitian Deliar Noer
Salah
satu buku yang berjudul Gerakan Modern
Islam di Indonesia 1900-1942, diterbitkan oleh LP3ES di sekitar tahun
1980-an. Buku ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mencoba
mendeskripsikan gerakan modern di Indonesia yang terjadi pada tahun 1900-1942.
Penelitian tersebut antara lain : memuat latar belakang pemikiran, permasalahan
yang ingin dipecahkan, metode dan pendekatan serta analisis yang digunakan.[13]
Deliar
Noer mengatakan betapa perkembangan masa merdeka banyak relevansinya dengan
perkembangan pemikiran periode sebelumnya antara tahun 1900-1942. Pertama, soal Khilafiyah atau biasa
disebut takhayul atau khurafat. Kedua, sifat
fragmentasi kepartaian. Ketiga, kepemimpinan
yang bersifat pribadi. Keempat, perbedaan
dan pertentangan paham. Kelima, hubungan
dengan pemerintah.[14]
b.
Model
Penelitian H.A.R. Gibb
Hasil
penelitiannya berjudul Modern Trends in
Islam yaitu tentang gerakan modern dalam Islam kelihatannya bertolak dari
tesis yang mengatakan bahwa Islam adalah suatu agama yang hidup dan vital yang
menyampaikan dakwah kepada hati, pemikiran, dan perasaaan dari berpuluh-puluh,
malah beratus-ratus miliun manusia memberikan kepadanya suatu pedoman supaya
hidup jujur, sunggung-sungguh dan takwa.[15]
Untuk
membuktukan tesisnya itu H.A.R. Gibb melakukan penelaahan terhadap
doktrin-doktrin ajaran Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
As-sunnah dan bukan dari sumber-sumber yang sudah tidak sejalan dengan doktrin
tersebut.
Gibb
mengemukakan tentang dasar-dasar alam pikiran Islam, ketegangan Islam,
dasar-dasar modernisme, agama kaum modern, hukum dan masyarakat serta Islam di
dunia.[16]
C.
Antropologi dan Sosiologi
1.
Makna
Penelitian Antropologi dan Sosiologi Agama.
Melalui pendekatan
antropologi sosok agama yang berada pada
dataran empirik akan dapat dilihat serat seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama
tersebut muncul dan dirumuskan. Dalam
berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.[17]
Dengan mengunakan
pendekatan dan perspektif antropologi
dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena- fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak
pernah lepas dari jaringan
institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan
yang mendukung keberadaanya.
Dalam tinjauan sosiologi
masyarakat dilihat sebagai suatu kesatuan
yang didasarkan pada ikatan-ikatan yag sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan
ini, dengan sendirinya masyarakat
merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya (proses sosial) di selidiki oleh sosiologi.
Dalam penelitian kaum
sosiolog agama dijelaskan bahwa sukar
bagi manusia, unuk dalam jangka waktu yang cukup lama, bersepakat mengatur tingkah laku mereka sesuai dengan macam- macam larangan dan perintah yang
satu sama lain tidak berlainan. Banyaknya
krisis di siplin dalam kehidupan penjara, militer atau sekolah
menunjukan bahwa konsensus kelompok cenderung gagal ketika di siplin itu di perlakukan dengan sewenang-wenang
tidak normal, dan karenanya tidak
berarti.
Dalam pandangan kaum sosiolog,
agama lebih lanjut di buktikan
memiliki fungsi yang amat penting. Dalam hubungan ini, paling kurang ada enam
fungsi agama bagi kehidupan masyarat di antaranya:
a.
Agama
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu di manusia yang tidak dapat di
penuhi oleh lainnya.[18]
b.
Agama
dapat berperan memaksa orang untuk menepati janji-janjinya.
c.
Agama
dapat membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan kewajiban
sosial.
d.
Agama
berperan membantu merumuskan nilai-nilai luhur yang di junjung oleh manusia dan
di perlukan untuk menyatukan pandangannya.
e.
Agama
pada umumnya menerangkan fakta-fakta bahwa nilai-nilai yang ada dalam hampir
semua masyarakat bukan sekedar kumpulan nilai yang bercampur aduk tetapi
membentuk tingkatan.
f.
Agama
juga telah tampil sebagai yang memberikan standar tingkah laku, yaitu berupa
keharusan-keharusan yang ideal yang membentuk nilai-nilai sosial yang
selanjutnya disebut sebagai norma-norma sosial.[19]
2.
Model
Penelitian Antropologi Agama
Penelitian
ini dilakukan oleh seorang antropolog Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil
penelitian itu telah di tuliskan dalam buku berjudul The religion of java,dapat di ketahui bahwa penelitan yang di
lakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini didasarkan pada data-data yang di kumpulkan melalui wawancara,
pengamatan, survei, dan penelitian Grounded
Research yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan
masyarakat yang di telitinya.[20]
Untuk
mengumpulkan data-data yang di perlukan dalam penelitiannya itu, Geertz
menggunakan informan, yakni orang-orang yang dapat menyampaikan informasi
tentang objek yang di telitinya.[21]
3.
Model
Penelitian Sosiologi Agama
Pada
dasarnya Penelitian Sosiologi agama adalah penelitian tentang agama yang
mempergunakan pendekatan ilmu sosial (sosiologi).[22]
Para
sosiolog membuat kesimpulan tentang agama dari apa yang terdapat di masyarakat.
Jika suatu pemeluk agama terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi,
kesehatan, kebersihan atau lainnya, kaum sosiolog terkadang menyimpulkan bahwa
agama dimaksud merupakan agama untuk orang-orang yang terbelakang. Kesimpulan
ini mungkin akan mengagetkan kaum tekstual yang melihat agama sebagaimana yang
terdapat dalam kitab suci yang memang diakui ideal.[23]
[1] Atang Abd. Hakim dan Jaih
Mubarok, METODOLOGI STUDI ISLAM
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 137
[2] Ibid., hlm.138
[3] Ibid., hlm. 139
[4] Ibid., hlm. 140
[5] Ibid., hlm. 141
[6] Ibid., hlm. 142
[7] Ibid., hlm. 143
[8] Ibid., hlm. 144
[9] Ibid., hlm. 145
[10] Ibid., hlm. 146
[11] Ibid., hlm. 147
[12] Abuddin Nata, Metodologi
STUDI ISLAM (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 378
[13] Ibid., hlm. 381
[14] Ibid., hlm. 382
[15] Ibid., hlm. 387
[16] Ibid., hlm. 388
[17] Ibid., hlm. 391
[18] Ibid., hlm. 393
[19] Ibid., hlm. 394
[20] Ibid., hlm. 397
[21] Ibid., hlm. 398
[22] Ibid., hlm. 401
[23] Ibid., hlm. 403
Tidak ada komentar:
Posting Komentar