Rabu, 20 September 2017

PENGEMBANGAN KOGNTIF

PENGEMBANGAN KOGNITIF
A.    Teori Kognitif
1.      Jean Piaget
            Menurut Jean Piaget ada 4 tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu[1] :
a.       Tahap Sensori-motor (0 - 2 Tahun)
            Selama tahap ini, inteligensi (kecerdasan) yang dimiliki anak masih berbentuk primitif (belum berkembang). Anak dengan tahap ini belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat.
            Ketika seorang bayi berinteraksi dengan lingkungan nya, ia akan mengasimilasikan skema sensori motor sedemikian rupa dengan mengarahkan kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai ekuilibrium yang memuaskan kebutuhan nya.
            Mampukah seorang bayi menggali objeck permanence? Dalam rentang usia antara 18-24 bulan, barulah kemampuan melakuan objeck permanence anak tersebut muncul[2] secara bertahap dan sistematis. Dalam rentang usia setahun setengah hingga dua tahun itu, benda-benda mainan dan orang-orang yang biasa berada di sekitar nya (seperti ibu dan pengasuhnya) akan ia cari dengan sungguh-sungguh apabila ia memperlukannya.
b.      Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)
            Perkembangan ini bermula pada saat anak  telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi.
            Apakah yang mendasari munculnya kemampuan abstrak  ini? Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence (ketetapan adanya benda) adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut representation atau mental representation (gambaran mental). Secara singkat representasi adalah suatu yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainya.
            Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
c.       Tahap Konkret-Operasional (7 - 11 tahun)
            Menurut Piaget, tidak sedikit pemikiran orang dewasa yang juga menggunakan intuisi seperti pemikiran pra-oprasional anak-anak. Contohnya ialah, ketika orang dewasa sedang berangan-angan (daydreaming). Perbedaan memang beda, yakni orang dewasa dapat berpikir, mengubah maju dan mundur dari intelegensi intuitif (kecerdasan ilhami) ke inteligensi oprasional kognitif (kecerdasan akli), sedangkan anak-anak belum bisa melakukannya.
            Satuan langkah berpikir anak akan menjadi dasar terbentuk nya inteligensi intuitif. Inteligensi menurut Piaget, bukan sifat yang biasanya digambarkan dengan skor IQ itu. Inteligensi adalah proses, yang dalam hal ini berupa tahapan langkah oprasional tertentu yang mendasari semua pemikiran dan pengetahuan manusia, disamping merupakan proses pembentukan pemahaman.      Dalam inteligensi operasional anak yang sedang berada pada tahap konkret oprasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi[3]:
1)      Conservation (konservasi/ pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah.
2)      Addition Of Classes (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar dan melati, dan menghubungkan nya dengan golongan benda berkelas lebih tinggi, seperti bunga.
3)      Multiplication Of Classes (pelipatgandaan golongan benda), yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahan kan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar merah,mawar putih, dan seterusnya).
d.      Tahap Formal-Operasional (11 - 15 tahun)
            Dalam tahap ini yang bisa disebut masa remaja,  akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkret-operasional. Sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi remaja hingga usia 15 tahun, tetapi juga bagi remaja bahkan orang dewasa yang berusia lebih tua. Hal ini perlu dikemukakan, sebab upaya riset Piaget yang mengambil subjek anak dan remaja hingga usia 15 tahun itu dianggap sudah cukup representatif bagi usia-usia selanjutnya.
            Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni[4]:
1)      Kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungannya yang ia respons.
2)      Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, yakni remaja akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama (tauhid), ilmu matematika, dsb.
          Sebagai pelengkap uraian ini, perlu diutarakan dua hal penting mengenai inteligansi dalam hubungan nya dengan proses perkembangan kognitif . Pertama, sebaiknya para guru dan orang tua juga para calon guru mengetahui bahwa inteligensi (kecerdasan) itu melibatkan interaksi aktif antara siswa dengan dunia dan sekitarnya. Kedua, tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak yang telah di kemukakan Piaget diatas merupakan jalan umum yang di tempuh oleh perkembangan inteligensi anak tersebut.[5]

2.      Jerome Bruner
            Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif, yaitu[6] :
a.       Tahap enaktif (0 - 2 tahun)
            Pada tahap ini, anak memahami lingkungannya. Misalnya, tidak ada kata yang membantu orang dewasa ketika mengajar anak berlatih naik sepeda. Belajar naik sepeda berarti lebih mengutamakan kecakapan motorik. Pada tahap ini, anak memahami objek sepeda berdasarkan apa yang dilakukannya, misalnya dengan memegang, menggerakkan, memukul, menyentuh, dan sebagainya.
b.      Tahap ikonik (2 - 4 tahun)
            Pada tahap ini, karakteristik tunggal pada objek yang diamati dijadikan sebagai pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan memori visualnya.
c.       Tahap simboik (5 - 7 tahun)
            Pada tahap ini, tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman perseptual sudah berkembang. Bahasa, logika, matematika memegang peranan penting. Tahap simbolik ini memberikan peluang anak untuk menyusun gagasannya secara padat, misalnya menggunakan gambar yang saling menghubungkan bentuk-bentuk rumus tertentu.
          Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap enaktif ke ikonik dan pada akhirnya ke simbolik. Meskipun demikian, bukan berarti orang dewasa tidak lagi mengkodekan pengalamannya melalui sistem enaktif dan ikonik, namun karena adanya banyak pengalaman, orang dewasa lebih banyak menggunakan cara berpikir simbolik dibandingkan dengan enaktif dan ikonik.

3.      David Ausubel
            Menurut David Ausubel ada 2 jenis belajar, yaitu[7] :
a.       Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
            Belajar dikatakan bermakna apabila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai.
b.      Belajar Menghafal (Rote Learning)
            Bila struktur kognitif yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseorang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahui sebelumnya.

B.     Berpikir
            Berpikir merupakan perilaku menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.[8]
            Ada 2 macam didalam berpikir, yaitu[9] :
1.      Berpikir Asosiatif
            Adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dan respons.
2.      Berpikir Rasional dan Kritis
            Adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan menciptakan hukum-hukum (kaidah teoretis) dan ramalan-ramalan.

C.    Teori Behaviorisme
            Secara umum, teori Behaviorisme merupakan ilmu tentang tingkah laku. Terdapat beberapa tokoh yang berpendapat tentang masalah ini. Menurut Charles Darwin, ia mengatakan bahwa manusia merupakan hasil proses evolusi secara kebetulan dari binatang-binatang yang lebih rendah.[10]
            Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon ini sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku. Kaum behavioris menganut paham relativisme budaya dan moral.[11]
            Gardner Lindzey dan Calvin Hall telah menganalisis dan membandingkan berbagai teori kepribadian. Mereka sependapat dengan teori Dollard dan Miller yang berpendapat bahwa konflik yang tak disadari, yang sebagian besar diperoleh selama masa bayi dan masa kanak-kanak, merupakan pangkal bagi kebanyakan gangguan emosional berat dalam kehidupan dikemudian hari.[12]
            Darwin, kaum Behavioris memandang manusia hanya sebagai salah satu jenis binatang, tanpa perbedaan yang esensial dengan jenis-jenis binatang lainnya dan memiliki kecenderungan-kecenderungan merusak dan antisosial yang sama.
            B.F Skinner, pemimpin tradisi Behavioris masa kini berpendapat bahwa, satu-satunya perbedaan antara tingkah laku tikus (binatang) dan tingkah laku manusia terletak dalam soal tingkah laku verbal. Etika, moral, dan nilai-nilai hanyalah hasil proses belajar asosiatif. [13]
            Sigmund Freud dan psikolog-psikolog lain lebih mengandalkan pada pengamatan klinis, sedangkan kaum Behavioris lebih mengandalkan percobaan-percobaan dilaboratorium yang dikontrol ketat. Dari pendapat Sigmund Freud dan kaum Behavioris yang selalu mempertahankan pendapatnya, akhirnya ada sebuah pernyataan yang mutakhir yang dikemukakan oleh Floyd W. Matson (1966) “Adalah suatu kebenaran yang dapat dibuktikan ... bahwa prinsip-prinsip dasar Behaviorisme tidak hanya hidup subur dilaboratorium para eksperimentalis, melainkan juga menempati posisi yang mantap dan menonjol dalam skema konseptual mereka”.[14]
            Bandura memiliki pendapat (asumsi) tersendiri dalam kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya itu adalah sebagai berikut[15]:
1.      Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar, berpikir, merasa dan mengatur tingkah lakunya sendiri.Dengan demikian manusia bukan seperti pion atau bidak yang mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat saling mempengaruhi satu sama lainnya.
2.      Kepribadian berkembang dalam konteks sosial, interaksi antara satu sama lainnya.Dengan demikian teori kepribadian yang tepat adalah yang mempertimbangkan konteks sosial tersebut.
                        Teori belajar sosial bandura tentang kepribadian didasarkan kepada formula bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor-faktor penentu: internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan manusia), dan eksternal (lingkungan).
                        Bandura menyetujui keyakinan dasar behaviorisme yang mempercayai bahwa kepribadian dibentuk melalui belajar. Namun dia berpendapat bahwa “conditioning” bukan proses yang mekanis, manusia menjadi partisipan yang pasif.

D.    Jenis-jenis Makanan Untuk Otak
            Jenis-jenis Makanan Untuk Otak terdiri dari[16] :
1.      Brokoli
2.      Bayam
3.      Kenari
4.      Ikan Salmon
5.      Tomat
6.      Teh Hijau
7.      Cokelat Hitam
8.      Blueberry




[1] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT. Rajawali Pers, 2012), h. 26.
[2] Ibid., h. 27.
[3] Ibid., h. 31.
[4] Ibid., h. 33.
[5] Ibid., h. 35.
[6] Rita Kurniawati, etc., Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner,
[7] Umi Amini, Teori Kognitif Menurut David Ausubel, https://www.academia.edu/8176305/Teori_Kognitif_Menurut_David_Ausubel, diakses pada 21 September 2017 pukul 10.34 WIB.
[8] KBBI Offline 1.5
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT. Rajawali Pers, 2012), h. 122.
[10] Frank G. Goble diterjemahkan oleh A. Supratinya, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta : Kanisius, 1987), h. 22.
[11] Ibid., h. 23.
[12] Ibid., h. 24.
[13] Ibid., h. 25.
[14] Ibid., h. 27.
[15]Ambar Mulya, Teori Kepribadiaan Behavioristik Menurut Bandura http://ambarmulyaa.blogspot.co.id/2013/04/teori-kepribadiaan-behavioristik.html, diakses pada 21 September 2017 pukul 11.27 WIB.

1 komentar:

  1. JAVA BET COBWIRE - L'Auberge Casino Hotel & Spa
    JAVA BET COBWIRE. JAVA 춘천 출장안마 BET COBWIRE. JAVA BET COBWIRE. L'Auberge 경산 출장안마 Casino Hotel & Spa. 성남 출장샵 789 Casino 안산 출장마사지 Drive, 거제 출장마사지 Atlantic City, NJ 08401.

    BalasHapus

MANTAN GUBERNUR LAMPUNG YANG TETAP EKSIS SEBAGAI DUTA BESAR REPUBLIK INDONESIA UNTUK KROASIA

  ( Gambar 1. Komjen (Purn.) Drs. H. Syachroedin Zainal Pagaralam (Kanan) ) [1] Sjachroedin Zainal Pagaralam yang saat ini memili...