UJIAN TENGAH SEMESTER
DIAGNOSIS ANAK BERMASALAH
Dosen Pengampu :
Uswatun Hasanah, M.Pd.I
DISUSUN OLEH :
DIAZ MAULIDYA
NPM. 1601030058
Jurusan
Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)
Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2018-2019 M
KATA
PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi robbil
‘alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga
penulis dapat menyelesaikan Ujian tengah Semester Diagnosis
Anak Bermasalah.
Dalam penulisan Ujian Tengah
Semester ini
tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu, terutama kepada :
- Ibu Uswatun Hasanah,
M.Pd.I selaku
Dosen pengampu
mata kuliah Diagnosis Anak Bermasalah.
- Ayah dan Ibu tercinta di rumah yang selalu
memberikan dukungan dan do`a sehingga ujian tengah semester ini dapat
diselesaikan.
Penulis
sadar bahwa dalam penulisan Ujian Tengah Semester ini masih banyak kekurangan,
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pendidikan
anak usia dini.
Wassalamu’alaikum.
Wr.Wb
Metro, 12 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ 2
C.
Tujuan.............................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)............................ .. 3
B.
Pengertian
Anak Bermasalah........................................................... .. 5
C.
Pola
Asuh Orang tua Pada Anak..................................................... .. 6
D.
Kesehatan
Anak.............................................................................. .. 7
E.
Perilaku
Anak.................................................................................. .. 9
F.
Kesulitan
Belajar Anak.................................................................... .. 11
BAB
III PENUTUP..................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia yang sudah memiliki
pasangan atau menikah pasti menginginkan keturunan atau anak, karena anak
merupakan harapan bagi pasangan agar dapat meneruskan generasi masa depan dan sebagai
penerus bangsa. Didalam proses kehidupan, masa kanak-kanak merupakan masa
dimana anak mengalami perkembangan yang dapat menentukan masa depannya.
Masa ini biasa disebut masa golden age (usia keemasan) yaitu masa tumbuh kembang anak yang
begitu pesat. Namun meskipun demikian, tidak sedikit anak yang kurang
dikembangkan perkembangannya dikarenakan kurangnya wawasan terutama orangtua.
Kurangnya wawasan orangtua terhadap perkembangan
anak, akhirnya anak mengalami kesulitan dan timbul berbagai masalah. Anak yang
mengalami masalah akan terganggu bagi dirinya sendiri bahkan lingkungan
sekitar. Anak bermasalah ini ada yang bersifat sementara dan ada pula yang
bersifat permanen. Masalah anak yang bersifat sementara seperti penakut,
kesulitan dalam bidang akademik. Apabila tidak segera diatasi sejak dini maka
akan sangat sulit dan dapat memakan waktu yang lumayan lama. Kemudian untuk
masalah anak yang bersifat permanen biasa disebut kelainan fisik (cacat),
seperti tuna netra, tuna rungu, dan lain-lain. Masalah ini tidak bisa
disembuhkan secara total namun bisa menggunakan alat bantu dan perlu adanya
perhatian secara khusus terutama orangtua.
Berdasarkan pemaparan diatas, disini penulis akan
membahas tentang diagnosa anak bermasalah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis akan membuat beberapa rumusan masalah,
yaitu :
1.
Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)?
2.
Apakah yang dimaksud dengan Anak Bermasalah?
3.
Apa saja Pola Asuh yang biasa dilakukan Orang tua pada
anaknya?
4.
Apakah yang dimaksud dengan Kesehatan Anak?
5.
Apa saja Perilaku yang muncul pada Anak?
6.
Apakah yang dimaksud dengan Kesulitan Belajar Anak?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang dibuat, maka adapun tujuan penulis untuk itu, diantaranya
:
1.
Agar dapat mengetahui maksud dari Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD).
2.
Agar dapat mengetahui maksud dari Anak Bermasalah.
3.
Agar dapat mengetahui Pola Asuh Orang tua terhadap
Anaknya.
4.
Agar dapat mengetahui Kesehatan Anak.
5.
Agar dapat mengetahui Perilaku Anak.
6.
Agar dapat mengetahui Kesulitan-kesulitan yang dihadapi
anak saat Belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD)
1.
Pendidikan
“Manusia memiliki dimensi potensi, keunikan, dan dinamika
tersendiri sebagai makhluk ciptaan tuhan... sasaran pendidikan adalah manusia.”[1]
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan
bahwa makhluk ciptaan tuhan yang mampu memperoleh pendidikan adalah manusia.
Karena manusia merupakan makhluk yang unik (berakal) dan memiliki banyak
kemampuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan perilaku yang dilakukan
oleh tiap-tiap individu atau sekelompok orang yang bertujuan untuk pendewasaan
melalui pembelajaran dan latihan.[2]
Pendidikan harus benar-benar terarah,
terencana, dan berkesinambungan agar peserta didik dapat mengembangkan
kemampuannya secara optimal, baik secara aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor.[3]
2.
Anak Usia Dini
Anak merupakan amanah
Allah kepada kedua orangtuanya, hatinya masih suci bagaikan mutiara yang indah,
bersih dan kosong dari segala ukiran gambar. Dia siap menerima segala ukiran
dan cenderung kepada setiap apa yang diarahkan kepadanya.
Usia dini merupakan
kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (golden
age). Pada usia ini, anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa.[4]
Anak usia dini (AUD)
adalah individu yang memiliki usia keemasan (golden age) yang berada pada usia 0-8 tahun atau usia 0-6 tahun.[5]
3.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
PAUD merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia enam tahun
yang dilaksanakan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang bertujuan untuk
mempersiapkan anak untuk memasuki pendidikan lebih lanjut yang diadakan pada
jalur formal, nonformal, dan informal.[6]
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang anak usia dini
yang diselenggarakan dengan pemberian upaya untuk menstimulus, membimbing,
mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kompetensi
anak.[7]
PAUD diselenggarakan
berdasarkan kelompok usia dan jenis layanannya, yaitu[8] :
1) Layanan PAUD untuk usia
sejak lahir dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Penitipan Anak dan Satuan
PAUD Sejenis (SPS) dan yang sederajat. SPS disini dalam bentuk Pos PAUD, Taman
Posyandu (TP), Taman Asuhan Anak Muslim (TAAM), PAUD Taman Pendidikan Al-
Qur’an (TPQ), PAUD Bina Iman Anak (PAUD BIA), PAUD Pembinaan Anak Kristen
(PAK), dan Nava Dhamma Sekha.
2) Layanan PAUD untuk usia
2 (dua) sampai dengan 4 (empat) tahun terdiri atas Kelompok Bermain (KB) dan
yang sejenisnya.
3) Layanan PAUD untuk usia
4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Kanak-kanak (TK)/
Raudhatul Athfal (RA)/ Bustanul Athfal (BA), dan yang sederajat.
B.
Pengertian Anak Bermasalah
Anak bermasalah merupakan suatu
persoalan yang harus menjadi kepedulian semua pihak, bukan semata-mata perilaku itu mengganggu suatu
proses pembelajaran tetapi suatu
bentuk perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
bekerja sama dengan teman. Orang tua atau guru perlu memahami perilaku bermasalah
ini sebab “anak yang bermasalah” biasanya tampak didalam kelas bahkan dia
menampakkan perilaku bermasalah itu dalam keseluruhan interaksi dengan
lingkungannya. Pada dasarnya setiap anak
memiliki masalah-masalah emosional dan penyesuaian sosial meskipun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku yang sangat parah.
Salah
satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi
perilaku biasa disebut
mekanisme pertahanan diri. Disebut mekanisme
penahanan diri karena dengan perilaku tersebut, individu dapat mempertahankan
diri atas atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan. Mekanisme
perilaku ini dimulai
dari bentuk-bentuk yang normal sampai kepada bentuk-bentuk perilaku psikologis.[9]
C.
Pola Asuh Orang tua Pada Anak
Didalam kehidupan sehari-hari anak akan selalu bersama keluarganya
terutama ayah dan ibu. Ketika anak mengalami masalah, terdapat kemungkinan gaya
pengasuhan yang diberikan kurang tepat.
Pola
asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina, dan
mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan menjadikan
anak sukses menjalani kehidupan ini.[10] Pola
asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya menjaga,
merawat, mendidik dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri sendiri.
Selain itu, pola asuh orang tua dapat diartikan sebagai interaksi antara anak
dan orang tua selama mengadakan kegiatan peng-asuhan. Pola pengasuhan adalah
proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi, yang harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.[11]
Menurut
Baumrind terdapat empat macam bentuk pola asuh, diantaranya[12]:
1. Pola asuh otoriter
adalah suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk
terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada
kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri.
2.
Pola asuh otoritatif atau
demokrasi, pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka.
3.
Pola
asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak, orangtua pada pola asuh ini mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan
orangtua lebih penting dari pada anak-anak.
4.
Pola asuh permisif berusaha
menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi
cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi
ketidak patuhan.
Berdasarkan
macam-macam pola asuh yang ada diatas, apabila ada anak bermasalah bisa disebabkan
karena pola asuh yang terlalu menuntut sehingga anak menjadi pemberontak atau
temper tantrum, penakut atau bahkan sebaliknya orang tua menggunakan pola asuh yang
membebaskan anak sehingga anak menjadi tidak tahu aturan.
D.
Kesehatan Anak
Secara umum,
masalah yang dihadapi anak berhubungan dengan kesehatan anak secara fisik
maupun psikis. Masalah kesehatan anak secara fisik salah satunya berupa cacat
tubuh dan masalah kesehatan anak secara psikis salah satunya berupa gangguan perilaku
anak. Untuk masalah gangguan perilaku anak akan dibahas pada materi selanjutnya.
Berikut ini masalah kesehatan anak secara fisik, yaitu[13]
:
1. Tuna Grahita/MR
Merupakan rendahnya kemampuan intelektual (IQ)
dan keterampilan. Tuna ini muncul saat anak memasuki taman kanak-kanak karena
anak akan banyak melakukan unjuk-kerja secara akademik. Biasanya tuna Grahita bergabung
dengan tuna yang lain atau bersifat ganda. Penyebab Tuna Grahita diantaranya
bawaan sejak dalam kandungan, peristiwa kelahiran yang membuat kecacatan,
sakit, kurang gizi, tekanan lingkungan sosial.
2. Tuna Rungu dan Wicara (Gangguan Pendengaran
dan Bicara)
Merupakan kerusakan pada alat pendengaran yang
disebabkan karena genetis, terinfeksi obat-obatan saat dalam kandungan, saat
proses kelahiran masalah pada kepala bayi, dan lain-lain.[14]
Gangguan pada pendengaran akan berakibat pada
gangguan bicara, ini disebut tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan anak
tunawicara menggunakan bahasa isyarat melalui abjad jari, namun penggunaan
abjad jari berbeda-beda ditiap negara.[15]
Ejaan Jari Amerika[16]
Bilangan[17]
3. Tuna Netra
Merupakan kemampuan dalam pandangan yang tidak
dapat dilihat pada saat bayi baru lahir. Gangguan penglihatan dapat ditimbulkan
oleh[18]
:
a. Hambatan pada
retina
b. Gambar tidak fokus
di retina
c. Alur informasi dari
retina ke otak terhambat
d. Juling
E.
Perilaku Anak
Salah satu
permasalahan anak yaitu proses perkembangannya yang kurang baik, sehingga anak
mengalami masalah dalam perkembangannya. Masalah perkembangan bukan hanya dari
segi emosi dan sosial, tetapi bisa juga dari segi fisik, kognitif, ataupun
bahasanya. Permasalahan yang sedang dihadapi anak bisa dilihat dari perilakunya
yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Berikut ini perilaku-perilaku anak bermasalah:
1. Agresivitas
Merupakan istilah
yang digunakan untuk meluapkan perasaan-perasaan marah atau permusuhan atau
tindakan melukai orang lain baik secara verbal, fisik, maupun menggunakan
ekspresi wajah.
Melukai secara
fisik seperti menggigit, mencubit, menendang.[19]
Melukai secara verbal atau perkataan kotor disebabkan karena anak sering
disakiti, diganggu atau kebutuhannya tidak terpenuhi, ikut-ikutan temannya
tanpa tahu maknanya.[20]
2. Autis
Autisme adalah
penyakit dengan gangguan sistem syaraf dan jiwa yang ditandai oleh gangguan
sosial dan komunikasi timbal balik yang disertai keterbatasan pola tingkah laku
atau pengulangan tingkah laku yang terjadi sebelum berumur 3 tahun dan biasanya
menetap pada saat dewasa. Menurut Istiyanto, autis merupakan kelainan psikis
yang dimulai sejak anak-anak sampai dewasa karena kemampuan berkomunikasi dan
bersosialisasi yang kurang. Autism adalah gangguan mental karena kelainan
neurologis, yaitu ada gangguan di otak dan
bagian otak yang terganggu, yaitu: lobus frontalis, sistem limbik dan
hemisfer kanan. Sehingga anak autis dapat berjam-jam sibuk dengan aktivitasnya
sendiri yang itu-itu juga, seperti memutar-mutar bola terus menerus, atau
menyusun kaleng minuman atau menderetkan boneka dan sebagainya.[21]
Adapun ciri-ciri gangguan pada autisme diantaranya[22] :
a. Gangguan Fisik
1)
Kegagalan lateralisasi
karena kegagalan atau kelainan maturasi otak sehingga terjadi dominasi serebral.
2) Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
3) Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian
atas, infeksi telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi.
b.
Gangguan Perilaku
Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak
bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif
terhadap senyuman ataupun sentuhan.
1)
Gangguan komunikasi
dan bahasa.
2)
Gangguan perilaku
motoris.
3)
Gangguan emosi,
perasaan dan afeksi
4)
Gangguan persepsi
sensoris.
3. Temper Tantrum
Merupakan suatu
letupan amarah anak yang sering terjadi pada saat anak menunjukkan sikap
negatif atau sikap menolak. Jika perilaku temper tantrum muncul disertai
berguling-guling dilantai, menangis begitu keras, melempar barang, memukul, dan
lain-lain. Hal ini disebabkan anak belum mampu menahan emosinya.[23]
4. Hiperaktivitas
Merupakan kegiatan
fisik atau aktivitas motorik yang berlebihan dengan berganti-ganti aktivitas
dan tidak memiliki tujuan. Anak hiperaktif lebih banyak mengalami gerakan mata
diluar tugasnya, sehingga gerakan menoleh sering dilakukannya.[24]
5. Berbohong
Berbohong adalah
mengatakan sesuatu yang tidak sesuai pada kenyataannya.[25]
Orang yang berbohong biasanya takut mendapat hukuman atau untuk mendapatkan
keuntungan. Tapi berbohong pada anak usia dini hanya bagian dari perkembangan
saja, karena anak belum mampu membedakan mana kenyataan dan khayalan.[26]
6. Rasa Takut
Ketakutan anak yang
paling mendasar adalah bahwa anak akan kehilangan orang tuanya dan merasa menjadi
sendirian, lemah dan tidak ada yang melindunginya.[27]
Rasa takut bisa tumbuh karena pengalaman dan
pembelajaran orang tua. Orang-orang dewasa disekitarnya sering mengajarkan agar
takut pada ini dan itu atau ditakut-takuti, pengalaman secara langsung saat
melihat hewan, benda atau kondisi.[28]
7. Pemalu
Merupakan sikap
yang tidak memiliki keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan
setempat. Pemalu disebabkan karena anak merasa tidak aman, orangtua cenderung
melindungi, dan lain-lain.[29]
F.
Kesulitan
Belajar
Didalam kehidupan
sehari-hari, pemahaman akan kesulitan belajar sangat diperlukan agar tidak
terjadi kekeliruan, terutama bagi guru atau pendidik yang ada disekolah. Apabila
anak mengalami kesulitan dalam pembelajaran dan tidak segera diatasi, maka anak
akan mengalami masalah secara mendalam.
1.
Definisi Kesulitan
Belajar
Kesulitan
belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu learning disability, dimana arti learning yaitu belajar dan disability yaitu ketidakmampuan.
Terjemahan tersebut pada dasarnya kurang tepat karena jika disatukan menjadi
ketidakmampuan belajar.[30]
Kesulitan merupakan suatu
kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam mencapai
tujuan, sehingga diperlukannya usaha yang lebih giat untuk dapat mengatasinya.
Belajar yaitu suatu tingkah laku yang diubah melalui latihan atau pengalaman
yang menyangkut dalam berbagai aspek kepribadian, fisik maupun psikis, misalnya
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan atau sikap. Jadi, Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam
proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar.[31]
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
a.
Faktor keturunan/bawaan.
b.
Kesulitan semasa kehamilan, saat melahirkan atau
prematur.
c.
Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen
atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan, atau meminum alkohol
selama masa kehamilan.
d.
Trauma pasca kelahiran,
seperti demam yang sangat tinggi,
trauma kepala, atau
pernah tenggelam.
e.
Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita.
Anak dengan kesulitan
belajar biasanya mempunyai
sistem imun yang lemah.
3.
Klasifikasi Kesulitan Belajar
a.
Bersifat Akademis
1)
Kesulitan Membaca (Disleksia)
Lerner mengungkapkan, kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia awal
sekolah tidak memiliki kemampuan membaca, akan sangat sulit anak dalam
mempelajari berbagai bidang studi.[33]
Ada beberapa ciri-ciri anak disleksia,
seperti lemahnya memori visual (penglihatan) dan auditorial (pendengaran);
kelemahan memori jangka pendek dan panjang; sulit mengeja kata dan huruf; kurang koordinasi dan keseimbangan.[34]
2)
Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Aktivitas menulis berkaitan dengan
aktivitas membaca dan berbahasa, jika membaca adalah input, berbahasa dan menulis adalah output.
Faktor yang mempengaruhi Disgrafia ini,
yaitu motorik halus yang lemah; perilaku anak yang kurang memperhatikan atau
kurang berkonsentrasi saat pembelajaran; persepsinya yang sulit mendengar dan
membedakan huruf (b dan d, p dan q); memori anak yang sulit mengingat.[35]
3)
Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)
Berhitung berkaitan erat dengan
matematika. Matematika yakni salah satu bidang studi yang dipelajari oleh siswa
dasar hingga menengah keatas, bahkan taman kanak-kanak pun sudah mulai
dikenalkan matematika.[36]
Adapun ciri-ciri anak Diskalkulia, seperti kesulitan mengenal dan memahami
simbol; kesulitan dalam bahasa dan membaca; asosiasi visual-motor.[37]
b.
Bersifat kepada Perkembangannya
1)
Gangguan Perkembangan Motorik dan Perseptual
Menurut Rusli Lutan, gerak
perseptual menunjuk kepada proses gerak yang dihasilkan melalui penerimaan, dan pemilihan rangsang. Proses penerimaan dan seleksi rangsang
hingga menghasilkan jawaban berupa gerak disebut persepsi. Maka, persepsi merupakan suatu proses mengorganisir dan
memberi makna terhadap rangsangan yang diterima, kemudian direspon melalui gerak.[38]
Gejala umumnya
yaitu lemahnya koordinasi visual-motorik; gangguan keseimbangan badan pada saat
berjalan maju, mundur atau menyamping; kurang terampil dalam melompat; kesulitan
melakukan gerak ritme normal, saat menulis cenderung mengurangi dan menambah
ukuran, bentuk, warna, ketebalan.[39]
2)
Gangguan
Perkembangan Kognitif
Anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar sering tidak mengikuti pola perkembangan
kognitif, padahal kurikulum sekolah umumnya membuat kurikulum sesuai dengan
pola perkembangan kognitif.[40]
Terdapat dua
dimensi pola atau gaya kognitif anak yang berkesulitan belajar, yaitu[41]
:
a)
Gaya
kognitif ketidakterikatan-keterikatan pada lingkungan
Anak
yang berkesulitan belajar umumnya terikat pada lingkungan karena anak mudah
mengikuti alur lingkungan yang terkadang menyesatkan, sedangkan anak yang tidak
berkesulitan belajar umumnya tidak terikat pada lingkungan karena anak mampu
memilah mana yang benar dan mana yang salah.
b)
Gaya
kognitif Impulsif dan Reflektif
Gaya
ini berkaitan dengan penggunaan waktu dalam menjawab sebuah pertanyaan dan
kesalahan dalam menjawab. Anak yang Impulsif biasanya menjawab dengan cepat
namun banyak kesalahan dan anak bermasalah termasuk memiliki gaya kognitif
Impulsif. Sedangkan anak yang Reflektif biasanya menjawab lebih lambat namun
benar dan ini termasuk anak yang tidak bermasalah.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa anak bermasalah merupakan suatu persoalan yang
harus menjadi kepedulian semua pihak, terutama orang tua dan guru yang perlu memahami
sebab “anak yang bermasalah”. Hal ini
biasanya tampak didalam kelas bahkan dia menampakkan perilaku berbeda dengan
yang lain dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk
mengetahui atau mendiagnosanya bisa dilihat dari pola asuh yang diterapkan
orang tua kepada anak, ada atau tidaknya masalah kesehatan anak, perilaku anak
yang berbeda, dan kesulitan saat belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU :
Ahmad Mushlih,
dkk. Analisis Kebijakan PAUD ‘Mengungkap
Isu-Isu Menarik Seputar AUD’. Jawa Tengah: Mangku Bumi. Cet.1. 2018.
Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini ‘Stimulasi dan
Aspek Perkembangan Anak’. Jakarta: Kencana. Cet. 1. 2016.
H. E. Mulyasa. Strategi Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2017.
Jenny Gichara. Mengatasi Perilaku Buruk Anak. Jakarta:
Kawan Pustaka. 2008.
Muazar Habibi. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini ‘Buku Ajar
S1 PAUD’. Yogyakarta: Deepublish. Ed.1. Cet.1. 2015.
Mukhtar Latif,
dkk. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia
Dini ‘Teori dan Aplikasi’. Jakarta: Prenamedia Group. Cet. 3. 2016.
Mulyono
Abdurrahman. Anak Berkesulitan Belajar
‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
Munawir Yusuf
dan Siti Badriyah. Jangan Biarkan Anak
Kita Berkesulitan Belajar. Solo: Tiga Serangkai. 2006.
Nur’aeni. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah.
Jakarta: Rineka Cipta. Cet. I. 2004.
Rita Eka Izzaty.
Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan
Cara Mengahadapinya’. Jakarta: PT. Elex Media Kompitindo. 2017.
JURNAL :
Budi Andayani. Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah. Psikologi. Vol. 1. No. 1. 2000.
Eko
Triyanto, dkk. Peran Kepemimpinan Kepala
Sekolah Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas
Proses Pembelajaran. UNS: Teknologi
Pendidikan.
Vol. 1. No. 2. 2013.
Farida. Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis. STAIN Kudus Jawa
Tengah Indonesia. Vol. 6. 1 Juni 2015.
Husnatul Jannah. Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral Pada Anak
Usia Di Kecamatan Ampek Angkek. Universitas Negeri Padang: Pesona PAUD.
Vol.1. No. 1. 2012.
Ismail. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Aktif Di Sekolah.
UIN Ar-Raniry Banda Aceh: Edukasi.Vol.2. No. 1. Januari 2016.
Nugraheni. Menguak Belantara Autisme. UNDIP Semarang: Buletin Psikologi. Vol.
20. No. 1-2. 2012.
Sukarno L.
Hasyim. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam
Perspektif Islam. STAI Miftahul ‘Ula Kertosono Nganjuk: Lentera. Vol.1. No.
2. September 2015.
Titits Nurina dan Ahmad Alwi Nurudin. Identifikasi Gangguan Perseptual Motorik
Pada Siswa TK Aisyiyah Kota Sukabumi. Universitas Muhammadiyah Sukabumi:
Motion. Vol. VIII. No. 2. September 2017.
Uswatun Hasanah. Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan Tradisional Bagi
Anak Usia Dini. STAIN Jurai Siwo Metro Lampung: Pendidikan Anak. Vol.5. Ed.
1. Juni 2016.
. Pola
Asuh Orangtua Dalam Membentuk Karakter Anak. STAIN Jurai Siwo: Elementary.
Vol. 2. Ed. 2. Juli 2016.
Yulinda Erma Suryani. Kesulitan Belajar. Magistra. Vol.XXII.
No. 73. September 2010.
[1]
Dadan Suryana, “Pendidikan Anak Usia Dini
‘Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak’”, (Jakarta: Kencana, 2016), Cet. I,
h. 1.
[2]
Sukarno L. Hasyim, “Pendidikan Anak Usia
Dini Dalam Perspektif Islam”, (STAI Miftahul ‘Ula Kertosono Nganjuk:
Lentera, Vol.1, No. 2, September 2015), h. 218.
[3]
Eko Triyanto, dkk., “Peran Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan
Kualitas Proses Pembelajaran”, (UNS: Teknologi Pendidikan, Vol. 1, No. 2,
2013), h. 226.
[4]
Uswatun Hasanah, “Pengembangan Kemampuan
Fisik Motorik Melalui Permainan Tradisional Bagi Anak Usia Dini”, (STAIN
Jurai Siwo Metro Lampung: Pendidikan Anak, Vol.5, Ed. 1, Juni 2016), h. 718.
[5] Muazar
Habibi, “Analisis Kebutuhan Anak Usia
Dini ‘Buku Ajar S1 PAUD’”, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), Ed.1, Cet.1, h.
1.
[6]
Ahmad Mushlih, dkk., “Analisis Kebijakan
PAUD ‘Mengungkap Isu-Isu Menarik Seputar AUD’”, (Jawa Tengah: Mangku Bumi,
Cet.I, 2018), h. 24.
[7] Muazar
Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini
‘Buku Ajar S1 PAUD’”., h. 115.
[8] H. E.
Mulyasa, “Strategi Pembelajaran PAUD”, (Bandung
: Remaja Rosdakarya, 2017), h.
239.
[9] Budi
Andayani, “Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah”, (Jurnal Psikologi,
Vol. 1, No. 1, 2000), h. 11.
[10] Husnatul
Jannah, “Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam
Menanamkan Perilaku Moral Pada Anak Usia Di Kecamatan Ampek Angkek”, (Universitas
Negeri Padang: Pesona PAUD, Vol.1, No. 1, 2012), h. 3.
[11]
Uswatun Hasanah, “Pola Asuh Orangtua
Dalam Membentuk Karakter Anak”, (STAIN Jurai Siwo: Elementary, Vol. 2, Ed.
2, Juli 2016), h. 74.
[13] Nur’aeni, “Intervensi
Dini Bagi Anak Bermasalah”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. I.
[14]
Ibid., h. 105-123.
[15]
Mukhtar Latif, dkk., “Orientasi Baru
Pendidikan Anak Usia Dini ‘Teori dan Aplikasi’”, (Jakarta: Prenamedia
Group, 2016), Cet. 3, h. 288.
[16]
Nur’aeni, “Intervensi Dini Bagi Anak
Bermasalah”, h.120.
[17]
Ibid., h. 123.
[18]
Ibid., h. 124-126.
[19]
Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak
Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, (Jakarta: PT. Elex Media
Kompitindo, 2017), h. 157.
[20]
Jenny Gichara, “Mengatasi Perilaku Buruk
Anak”, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), h. 17.
[21]
Farida,
“Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak
Autis”, (STAIN Kudus Jawa Tengah Indonesia, Vol. 6, 1 Juni 2015), h. 17.
[22]
Nugraheni,
“Menguak Belantara Autisme”, (UNDIP
Semarang: Buletin Psikologi, Vol. 20, No. 1-2, 2012), h. 14.
[23]
Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak
Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 187.
[24]
Ibid., h. 203.
[25] Ibid., h. 262.
[26]
Jenny Gichara, “Mengatasi Perilaku Buruk
Anak”, h. 15.
[27]
Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak
Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 311.
[28]
Nur’aeni, “Intervensi Dini Bagi Anak
Bermasalah”, h. 82.
[29]
Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak
Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 304.
[30]
Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan
Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”, (Jakarta : Rineka Cipta,
2012), h. 1.
[31]
Ismail, “Diagnosis Kesulitan Belajar
Siswa Dalam Pembelajaran Aktif Di Sekolah”, (UIN Ar-Raniry Banda Aceh:
Edukasi,Vol.2, No. 1, Januari 2016), h. 33.
[32]
Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan
Belajar”, (Magistra, Vol.XXII, No. 73, September 2010), h. 34
[33]
Munawir Yusuf & Siti
Badriyah, “Jangan Biarkan Anak Kita
Berkesulitan Belajar”, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), h. 15.
[34]
Ibid., h. 16.
[35]
Ibid., h. 19.
[36]
Ibid., h. 20.
[37]
Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan
Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”, h. 210.
[38]
Titits Nurina dan Ahmad Alwi Nurudin, “Identifikasi
Gangguan Perseptual Motorik Pada Siswa TK Aisyiyah Kota Sukabumi”, (Universitas
Muhammadiyah Sukabumi: Motion, Vol. VIII, No. 2, September 2017), h. 158.
[39]
Ibid., h. 160.
[40] Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”,
h. 133.
[41]
Ibid., h. 134-135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar