Ada seorang anak bernama Ishaan
Nandkishore Awasthi yang berusia 9-10 tahun. Banyak guru yang kesal dengannya
karena sikap Ishaan yang tidak umum. Guru Bahasa Ishan memiliki sifat
yang keras, suasana kelas yang begitu tegang dan bahan yang digunakan dalam
mengajar terpaku dengan buku. Karena si guru bahasa ini tidak tahu jika Ishan
mengalami disleksia, ketika Ishan disuruh membaca Ishan bicara semaunya
dan guru mengira Ishan mengejek ibu tersebut dan menyuruh Ishan keluar. Guru
Matematika Ishan, dalam mengajar suasana kelas biasa saja, namun selalu
memberi tugas dadakan dan dikumpul saat itu juga. Guru-guru Ishan tidak sanggup
mengajarnya lagi jika Ishan tidak ada perubahan, karena sudah satu tahun Ishan
tidak naik kelas.
Dipertengahan semester,
orangtua Ishan memindahkan Ishan ke asrama. Sama halnya guru-guru yang mengajar
Ishan pada sekolah yang dulu, Guru
Bahasa (Tuan Tiwari) memiliki sifat
sangat keras, selalu menggunakan kayu panjang untuk menunjuk dan menyuruh
anaknya. Guru Seni memiliki sifat sangat keras, jika
menghukum anak selalu menggunakan fisik seperti dipukul tangannya pakai
penggaris. Guru Olahraga memiliki
sifat sangat keras dan selalu membentak. Guru
Bahasa Inggris, ketika menjelaskan materi terlalu
cepat.
Suatu ketika saat
pelajaran seni, guru aslinya sedang keluar negeri dan sementara digantikan oleh
Ram Shankar Nikumbh. Ia merupakan guru yang mengajarkan Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Ia begitu menyenangkan dan bisa menghidupkan
suasana. Pertama kali Nikumbh masuk ke kelasnya Ishaan, Ia menggunakan kostum
badut dan mengajak anak-anak bernyanyi. Anak-anak begitu antusias namun tidak
untuk Ishaan. Kemudian Nikumbh menyuruh anak-anak untuk melukis dengan daya
imajinasinya masing-masing. Nikumbh berkeliling melihat hasil anak-anak yang hamper
selesai, namun tidak untuk Ishaan yang sama sekali belum melukis. Ketika ditanya,
Ishaan hanya diam.
Nikumbh merasa ada
sesuatu pada Ishaan. Nikumbh melihat buku-buku tugasnya yang berisi nilai merah
semua. Lalu melihat tulisan yang terbalik-balik dan hasil hitungan yang salah. Nikumbh
sudah memahami permasalahannya.
Nikumbh berinisiatif
mendatangi orangtuanya dirumah dan menjelaskan permasalahan Ishaan. Nikumbh
berkata bahwa Ishaan mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis yang biasa
disebut dyslexia. Orangtua Ishaan masih belum paham
tentang dyslexia. Ayah Ishaan menganggap bahwa Ishaan hanya
malas. Nikumbh mencoba memasuki kamar Ishaan dan sungguh takjub akan lukisan
yang ada didinding kamar. Nikumbh beusaha memberi pemahaman tentang dyslexia
namun nihil.
Nikumbh memberi perhatian
yang lebih pada Ishaan. Nikumbh berbicara pada Kepsek tentang permasalahan
Ishaan dan meminta izin untuk melatihnya membaca dan menulis. Kepsek sudah
pasrah dengan keadaan Ishaan. Kemudian Nikumbh mulai mengajar Ishaan selepas
pelajaran diasrama berakhir. Nikumbh mulai mengajarkan menulis huruf diatas
pasir, lalu dengan cat air, kemudian dilatih menggunakan buku. Membuat hewan
dengan plastisin, belajar berhitung dengan media tangga, belajar menulis angka
8 di kertas kotak-kotak dan masih banyak lagi. Hari demi hari Nikumbh
melakukannya dan Ishaan mengalami perubahan yang begitu pesat dan Ishaan sudah
bisa menulis dan membaca.
Suatu ketika Nikumbh mengadakan
perlombaan melukis yang diikuti semua warga asrama. Mereka melukis dengan daya
imajinasinya. Setelah diakhir acara, tibalah pengumuman hasil lukisan terbaik
dari juri, dan ada dua lukisan. Lukisan tersebut ternyata punya Nikumbh dan
Ishaan. Dan juri mengambil keputusan bahwa lukisan Ishaan lah yang terbaik. Ketika
namanya dipanggil, Ishaan malu-malu dan akhirnya maju kedepan dan memeluk
Nikumbh sambil menangis.
Nikumbh berhasil mendidik Ishaan
dengan sabar dan menjadikannya anak yang brilliant. Kemudian hasil lukisan
Nikumbh dan Ishaan dijadikan cover rapor anak-anak asrama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar