Senin, 15 Oktober 2018

Diagnosis Anak Bermasalah

   
UJIAN TENGAH SEMESTER
DIAGNOSIS ANAK BERMASALAH

Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah, M.Pd.I


Hasil gambar untuk logo iain metro 

DISUSUN OLEH :

DIAZ MAULIDYA
NPM. 1601030058

Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2018-2019 M




KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi robbil ‘alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan  karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Ujian tengah Semester Diagnosis Anak Bermasalah.
            Dalam penulisan Ujian Tengah Semester ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama kepada :
  1. Ibu Uswatun Hasanah, M.Pd.I selaku Dosen pengampu mata kuliah Diagnosis Anak Bermasalah.
  2. Ayah dan Ibu tercinta di rumah yang selalu memberikan dukungan dan do`a sehingga ujian tengah semester ini dapat diselesaikan.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan Ujian Tengah Semester ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pendidikan anak usia dini.

Wassalamu’alaikum. Wr.Wb

Metro, 12 Oktober 2018

                                                        Penulis          




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................   ii

BAB I   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah............................................................................   2
C.     Tujuan..............................................................................................   2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)............................ .. 3
B.     Pengertian Anak Bermasalah........................................................... .. 5
C.     Pola Asuh Orang tua Pada Anak..................................................... .. 6
D.    Kesehatan Anak.............................................................................. .. 7
E.     Perilaku Anak.................................................................................. .. 9
F.      Kesulitan Belajar Anak.................................................................... .. 11
BAB III PENUTUP.....................................................................................   16

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Setiap manusia yang sudah memiliki pasangan atau menikah pasti menginginkan keturunan atau anak, karena anak merupakan harapan bagi pasangan agar dapat meneruskan generasi masa depan dan sebagai penerus bangsa. Didalam proses kehidupan, masa kanak-kanak merupakan masa dimana anak mengalami perkembangan yang dapat menentukan masa depannya.
Masa ini biasa disebut masa golden age (usia keemasan) yaitu masa tumbuh kembang anak yang begitu pesat. Namun meskipun demikian, tidak sedikit anak yang kurang dikembangkan perkembangannya dikarenakan kurangnya wawasan terutama orangtua.
Kurangnya wawasan orangtua terhadap perkembangan anak, akhirnya anak mengalami kesulitan dan timbul berbagai masalah. Anak yang mengalami masalah akan terganggu bagi dirinya sendiri bahkan lingkungan sekitar. Anak bermasalah ini ada yang bersifat sementara dan ada pula yang bersifat permanen. Masalah anak yang bersifat sementara seperti penakut, kesulitan dalam bidang akademik. Apabila tidak segera diatasi sejak dini maka akan sangat sulit dan dapat memakan waktu yang lumayan lama. Kemudian untuk masalah anak yang bersifat permanen biasa disebut kelainan fisik (cacat), seperti tuna netra, tuna rungu, dan lain-lain. Masalah ini tidak bisa disembuhkan secara total namun bisa menggunakan alat bantu dan perlu adanya perhatian secara khusus terutama orangtua.
Berdasarkan pemaparan diatas, disini penulis akan membahas tentang diagnosa anak bermasalah.  





         B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan membuat beberapa rumusan masalah, yaitu :
1.      Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Anak Bermasalah?
3.      Apa saja Pola Asuh yang biasa dilakukan Orang tua pada anaknya?
4.      Apakah yang dimaksud dengan Kesehatan Anak?
5.      Apa saja Perilaku yang muncul pada Anak?
6.      Apakah yang dimaksud dengan Kesulitan Belajar Anak?

           C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat, maka adapun tujuan penulis untuk itu, diantaranya :
1.      Agar dapat mengetahui maksud dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2.      Agar dapat mengetahui maksud dari Anak Bermasalah.
3.      Agar dapat mengetahui Pola Asuh Orang tua terhadap Anaknya.
4.      Agar dapat mengetahui Kesehatan Anak.
5.      Agar dapat mengetahui Perilaku Anak.
6.      Agar dapat mengetahui Kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak saat Belajar.



BAB II
PEMBAHASAN
         A.    Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1.      Pendidikan
“Manusia memiliki dimensi potensi, keunikan, dan dinamika tersendiri sebagai makhluk ciptaan tuhan... sasaran pendidikan adalah manusia.”[1]  
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa makhluk ciptaan tuhan yang mampu memperoleh pendidikan adalah manusia. Karena manusia merupakan makhluk yang unik (berakal) dan memiliki banyak kemampuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan perilaku yang dilakukan oleh tiap-tiap individu atau sekelompok orang yang bertujuan untuk pendewasaan melalui pembelajaran dan latihan.[2]
Pendidikan harus benar-benar terarah, terencana, dan berkesinambungan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik secara aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.[3]
2.      Anak Usia Dini
Anak merupakan amanah Allah kepada kedua orangtuanya, hatinya masih suci bagaikan mutiara yang indah, bersih dan kosong dari segala ukiran gambar. Dia siap menerima segala ukiran dan cenderung kepada setiap apa yang diarahkan kepadanya.
Usia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (golden age). Pada usia ini, anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa.[4]
Anak usia dini (AUD) adalah individu yang memiliki usia keemasan (golden age) yang berada pada usia 0-8 tahun atau usia 0-6 tahun.[5]
3.      Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilaksanakan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang bertujuan untuk mempersiapkan anak untuk memasuki pendidikan lebih lanjut yang diadakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.[6]
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang anak usia dini yang diselenggarakan dengan pemberian upaya untuk menstimulus, membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kompetensi anak.[7]
PAUD diselenggarakan berdasarkan kelompok usia dan jenis layanannya, yaitu[8] :
1)      Layanan PAUD untuk usia sejak lahir dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Penitipan Anak dan Satuan PAUD Sejenis (SPS) dan yang sederajat. SPS disini dalam bentuk Pos PAUD, Taman Posyandu (TP), Taman Asuhan Anak Muslim (TAAM), PAUD Taman Pendidikan Al- Qur’an (TPQ), PAUD Bina Iman Anak (PAUD BIA), PAUD Pembinaan Anak Kristen (PAK), dan Nava Dhamma Sekha.  
2)      Layanan PAUD untuk usia 2 (dua) sampai dengan 4 (empat) tahun terdiri atas Kelompok Bermain (KB) dan yang sejenisnya.
3)      Layanan PAUD untuk usia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Kanak-kanak (TK)/ Raudhatul Athfal (RA)/ Bustanul Athfal (BA), dan yang sederajat.
  
        B.     Pengertian Anak Bermasalah
Anak bermasalah merupakan suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian semua pihak, bukan semata-mata perilaku itu mengganggu suatu proses pembelajaran tetapi suatu bentuk perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam bekerja sama dengan teman. Orang tua atau guru perlu memahami perilaku bermasalah ini sebab “anak yang bermasalah” biasanya tampak didalam kelas bahkan dia menampakkan perilaku bermasalah itu dalam keseluruhan interaksi dengan lingkungannya. Pada dasarnya setiap anak memiliki masalah-masalah emosional dan penyesuaian sosial meskipun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku yang sangat parah.
Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena  perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku biasa disebut mekanisme pertahanan diri. Disebut mekanisme penahanan diri karena dengan perilaku tersebut, individu dapat mempertahankan diri atas atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan. Mekanisme perilaku ini dimulai dari bentuk-bentuk yang normal sampai kepada bentuk-bentuk perilaku psikologis.[9]



  
           C.    Pola Asuh Orang tua Pada Anak
Didalam kehidupan sehari-hari anak akan selalu bersama keluarganya terutama ayah dan ibu. Ketika anak mengalami masalah, terdapat kemungkinan gaya pengasuhan yang diberikan kurang tepat.
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan menjadikan anak sukses menjalani kehidupan ini.[10] Pola asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri sendiri. Selain itu, pola asuh orang tua dapat diartikan sebagai interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan peng-asuhan. Pola pengasuhan adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.[11]
Menurut Baumrind terdapat empat macam bentuk pola asuh, diantaranya[12]:
1.      Pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri.
2.      Pola asuh otoritatif atau demokrasi, pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka.
3.      Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, orangtua pada pola asuh ini mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua lebih penting dari pada anak-anak.
4.      Pola asuh permisif berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidak patuhan.
Berdasarkan macam-macam pola asuh yang ada diatas, apabila ada anak bermasalah bisa disebabkan karena pola asuh yang terlalu menuntut sehingga anak menjadi pemberontak atau temper tantrum, penakut atau bahkan sebaliknya orang tua menggunakan pola asuh yang membebaskan anak sehingga anak menjadi tidak tahu aturan.  

        D.    Kesehatan Anak
Secara umum, masalah yang dihadapi anak berhubungan dengan kesehatan anak secara fisik maupun psikis. Masalah kesehatan anak secara fisik salah satunya berupa cacat tubuh dan masalah kesehatan anak secara psikis salah satunya berupa gangguan perilaku anak. Untuk masalah gangguan perilaku anak akan dibahas pada materi selanjutnya. Berikut ini masalah kesehatan anak secara fisik, yaitu[13] :
1.      Tuna Grahita/MR
Merupakan rendahnya kemampuan intelektual (IQ) dan keterampilan. Tuna ini muncul saat anak memasuki taman kanak-kanak karena anak akan banyak melakukan unjuk-kerja secara akademik. Biasanya tuna Grahita bergabung dengan tuna yang lain atau bersifat ganda. Penyebab Tuna Grahita diantaranya bawaan sejak dalam kandungan, peristiwa kelahiran yang membuat kecacatan, sakit, kurang gizi, tekanan lingkungan sosial.
2.       Tuna Rungu dan Wicara (Gangguan Pendengaran dan Bicara)
Merupakan kerusakan pada alat pendengaran yang disebabkan karena genetis, terinfeksi obat-obatan saat dalam kandungan, saat proses kelahiran masalah pada kepala bayi, dan lain-lain.[14]
Gangguan pada pendengaran akan berakibat pada gangguan bicara, ini disebut tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan anak tunawicara menggunakan bahasa isyarat melalui abjad jari, namun penggunaan abjad jari berbeda-beda ditiap negara.[15]
Ejaan Jari Amerika[16]
Gambar terkait 
Bilangan[17]
Hasil gambar untuk bilangan untuk tuna rungu 

3.      Tuna Netra
Merupakan kemampuan dalam pandangan yang tidak dapat dilihat pada saat bayi baru lahir. Gangguan penglihatan dapat ditimbulkan oleh[18] :
a.       Hambatan pada retina
b.      Gambar tidak fokus di retina
c.       Alur informasi dari retina ke otak terhambat
d.      Juling

          E.     Perilaku Anak
Salah satu permasalahan anak yaitu proses perkembangannya yang kurang baik, sehingga anak mengalami masalah dalam perkembangannya. Masalah perkembangan bukan hanya dari segi emosi dan sosial, tetapi bisa juga dari segi fisik, kognitif, ataupun bahasanya. Permasalahan yang sedang dihadapi anak bisa dilihat dari perilakunya yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Berikut ini perilaku-perilaku anak bermasalah:
1.    Agresivitas
Merupakan istilah yang digunakan untuk meluapkan perasaan-perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik secara verbal, fisik, maupun menggunakan ekspresi wajah.
Melukai secara fisik seperti menggigit, mencubit, menendang.[19] Melukai secara verbal atau perkataan kotor disebabkan karena anak sering disakiti, diganggu atau kebutuhannya tidak terpenuhi, ikut-ikutan temannya tanpa tahu maknanya.[20]
2.      Autis
Autisme adalah penyakit dengan gangguan sistem syaraf dan jiwa yang ditandai oleh gangguan sosial dan komunikasi timbal balik yang disertai keterbatasan pola tingkah laku atau pengulangan tingkah laku yang terjadi sebelum berumur 3 tahun dan biasanya menetap pada saat dewasa. Menurut Istiyanto, autis merupakan kelainan psikis yang dimulai sejak anak-anak sampai dewasa karena kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi yang kurang. Autism adalah gangguan mental karena kelainan neurologis, yaitu ada gangguan di otak dan  bagian otak yang terganggu, yaitu: lobus frontalis, sistem limbik dan hemisfer kanan. Sehingga anak autis dapat berjam-jam sibuk dengan aktivitasnya sendiri yang itu-itu juga, seperti memutar-mutar bola terus menerus, atau menyusun kaleng minuman atau menderetkan boneka dan sebagainya.[21]
Adapun ciri-ciri gangguan pada autisme diantaranya[22] :
a.       Gangguan Fisik
1)      Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak sehingga terjadi dominasi serebral.
2)      Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
3)      Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi.
b.      Gangguan Perilaku
            Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif terhadap senyuman ataupun sentuhan.
1)      Gangguan komunikasi dan bahasa.
2)      Gangguan perilaku motoris.
3)      Gangguan emosi, perasaan dan afeksi
4)      Gangguan persepsi sensoris.
3.    Temper Tantrum
Merupakan suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada saat anak menunjukkan sikap negatif atau sikap menolak. Jika perilaku temper tantrum muncul disertai berguling-guling dilantai, menangis begitu keras, melempar barang, memukul, dan lain-lain. Hal ini disebabkan anak belum mampu menahan emosinya.[23]
4.    Hiperaktivitas
Merupakan kegiatan fisik atau aktivitas motorik yang berlebihan dengan berganti-ganti aktivitas dan tidak memiliki tujuan. Anak hiperaktif lebih banyak mengalami gerakan mata diluar tugasnya, sehingga gerakan menoleh sering dilakukannya.[24]   
5.    Berbohong
Berbohong adalah mengatakan sesuatu yang tidak sesuai pada kenyataannya.[25] Orang yang berbohong biasanya takut mendapat hukuman atau untuk mendapatkan keuntungan. Tapi berbohong pada anak usia dini hanya bagian dari perkembangan saja, karena anak belum mampu membedakan mana kenyataan dan khayalan.[26]
6.      Rasa Takut
Ketakutan anak yang paling mendasar adalah bahwa anak akan kehilangan orang tuanya dan merasa menjadi sendirian, lemah dan tidak ada yang melindunginya.[27]
Rasa takut bisa tumbuh karena pengalaman dan pembelajaran orang tua. Orang-orang dewasa disekitarnya sering mengajarkan agar takut pada ini dan itu atau ditakut-takuti, pengalaman secara langsung saat melihat hewan, benda atau kondisi.[28]
7.      Pemalu
Merupakan sikap yang tidak memiliki keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan setempat. Pemalu disebabkan karena anak merasa tidak aman, orangtua cenderung melindungi, dan lain-lain.[29]

               F.     Kesulitan Belajar
Didalam kehidupan sehari-hari, pemahaman akan kesulitan belajar sangat diperlukan agar tidak terjadi kekeliruan, terutama bagi guru atau pendidik yang ada disekolah. Apabila anak mengalami kesulitan dalam pembelajaran dan tidak segera diatasi, maka anak akan mengalami masalah secara mendalam.
1.      Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu learning disability, dimana arti learning yaitu belajar dan disability yaitu ketidakmampuan. Terjemahan tersebut pada dasarnya kurang tepat karena jika disatukan menjadi ketidakmampuan belajar.[30]
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga diperlukannya usaha yang lebih giat untuk dapat mengatasinya. Belajar yaitu suatu tingkah laku yang diubah melalui latihan atau pengalaman yang menyangkut dalam berbagai aspek kepribadian, fisik maupun psikis, misalnya perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap. Jadi, Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.[31]
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Terdapat  penyebab-penyebab dalam kesulitan belajar, diantaranya[32] :
a.       Faktor keturunan/bawaan.
b.      Kesulitan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur.
c.       Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan  obat-obatan, atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
d.      Trauma  pasca  kelahiran,  seperti  demam  yang sangat  tinggi,  trauma  kepala,  atau  pernah tenggelam.
e.       Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak  dengan  kesulitan  belajar  biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
3.      Klasifikasi Kesulitan Belajar
a.       Bersifat Akademis
1)      Kesulitan Membaca (Disleksia)
Lerner mengungkapkan, kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia awal sekolah tidak memiliki kemampuan membaca, akan sangat sulit anak dalam mempelajari berbagai bidang studi.[33]
Ada beberapa ciri-ciri anak disleksia, seperti lemahnya memori visual (penglihatan) dan auditorial (pendengaran); kelemahan memori jangka pendek dan panjang; sulit mengeja kata dan huruf;  kurang koordinasi dan keseimbangan.[34]
2)      Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Aktivitas menulis berkaitan dengan aktivitas membaca dan berbahasa, jika membaca adalah input, berbahasa dan menulis adalah output.
Faktor yang mempengaruhi Disgrafia ini, yaitu motorik halus yang lemah; perilaku anak yang kurang memperhatikan atau kurang berkonsentrasi saat pembelajaran; persepsinya yang sulit mendengar dan membedakan huruf (b dan d, p dan q); memori anak yang sulit mengingat.[35]
3)      Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)
Berhitung berkaitan erat dengan matematika. Matematika yakni salah satu bidang studi yang dipelajari oleh siswa dasar hingga menengah keatas, bahkan taman kanak-kanak pun sudah mulai dikenalkan matematika.[36] Adapun ciri-ciri anak Diskalkulia, seperti kesulitan mengenal dan memahami simbol; kesulitan dalam bahasa dan membaca; asosiasi visual-motor.[37]
b.      Bersifat kepada Perkembangannya
1)       Gangguan Perkembangan Motorik dan Perseptual
Menurut Rusli Lutan, gerak perseptual menunjuk kepada proses gerak yang dihasilkan melalui penerimaan, dan pemilihan rangsang. Proses penerimaan dan seleksi rangsang hingga menghasilkan jawaban berupa gerak disebut persepsi. Maka, persepsi merupakan suatu proses mengorganisir dan memberi makna terhadap rangsangan yang diterima, kemudian direspon melalui gerak.[38]
Gejala umumnya yaitu lemahnya koordinasi visual-motorik; gangguan keseimbangan badan pada saat berjalan maju, mundur atau menyamping; kurang terampil dalam melompat; kesulitan melakukan gerak ritme normal, saat menulis cenderung mengurangi dan menambah ukuran, bentuk, warna, ketebalan.[39]
2)       Gangguan Perkembangan Kognitif
Anak yang mengalami kesulitan dalam belajar sering tidak mengikuti pola perkembangan kognitif, padahal kurikulum sekolah umumnya membuat kurikulum sesuai dengan pola perkembangan kognitif.[40]
Terdapat dua dimensi pola atau gaya kognitif anak yang berkesulitan belajar, yaitu[41] :
a)      Gaya kognitif ketidakterikatan-keterikatan pada lingkungan
Anak yang berkesulitan belajar umumnya terikat pada lingkungan karena anak mudah mengikuti alur lingkungan yang terkadang menyesatkan, sedangkan anak yang tidak berkesulitan belajar umumnya tidak terikat pada lingkungan karena anak mampu memilah mana yang benar dan mana yang salah.
b)      Gaya kognitif Impulsif dan Reflektif
Gaya ini berkaitan dengan penggunaan waktu dalam menjawab sebuah pertanyaan dan kesalahan dalam menjawab. Anak yang Impulsif biasanya menjawab dengan cepat namun banyak kesalahan dan anak bermasalah termasuk memiliki gaya kognitif Impulsif. Sedangkan anak yang Reflektif biasanya menjawab lebih lambat namun benar dan ini termasuk anak yang tidak bermasalah.



BAB III
PENUTUP
            Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa anak bermasalah merupakan suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian semua pihak, terutama orang tua dan guru yang perlu memahami sebab “anak yang bermasalah”. Hal ini biasanya tampak didalam kelas bahkan dia menampakkan perilaku berbeda dengan yang lain dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
            Untuk mengetahui atau mendiagnosanya bisa dilihat dari pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak, ada atau tidaknya masalah kesehatan anak, perilaku anak yang berbeda, dan kesulitan saat belajar.
           



DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Ahmad Mushlih, dkk. Analisis Kebijakan PAUD ‘Mengungkap Isu-Isu Menarik Seputar AUD’. Jawa Tengah: Mangku Bumi. Cet.1. 2018.
Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini ‘Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak’. Jakarta: Kencana. Cet. 1. 2016.
H. E. Mulyasa. Strategi Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2017.
Jenny Gichara. Mengatasi Perilaku Buruk Anak. Jakarta: Kawan Pustaka. 2008.
Muazar Habibi. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini ‘Buku Ajar S1 PAUD’. Yogyakarta: Deepublish. Ed.1. Cet.1. 2015.
Mukhtar Latif, dkk. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini ‘Teori dan Aplikasi’. Jakarta: Prenamedia Group. Cet. 3. 2016.
Mulyono Abdurrahman. Anak Berkesulitan Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
Munawir Yusuf dan Siti Badriyah. Jangan Biarkan Anak Kita Berkesulitan Belajar. Solo: Tiga Serangkai. 2006.
Nur’aeni. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. I. 2004.  
Rita Eka Izzaty. Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’. Jakarta: PT. Elex Media Kompitindo. 2017.


JURNAL :
Budi Andayani. Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah. Psikologi. Vol. 1.  No. 1. 2000.
Eko Triyanto, dkk. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran. UNS: Teknologi Pendidikan. Vol. 1. No. 2. 2013.

Farida. Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis. STAIN Kudus Jawa Tengah Indonesia. Vol. 6. 1 Juni 2015.
Husnatul Jannah. Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral Pada Anak Usia Di Kecamatan Ampek Angkek. Universitas Negeri Padang: Pesona PAUD. Vol.1. No. 1. 2012.
Ismail. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Aktif Di Sekolah. UIN Ar-Raniry Banda Aceh: Edukasi.Vol.2. No. 1. Januari 2016.
Nugraheni. Menguak Belantara Autisme. UNDIP Semarang: Buletin Psikologi. Vol. 20. No. 1-2. 2012.
Sukarno L. Hasyim. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Islam. STAI Miftahul ‘Ula Kertosono Nganjuk: Lentera. Vol.1. No. 2. September 2015.
Titits Nurina dan Ahmad Alwi Nurudin. Identifikasi Gangguan Perseptual Motorik Pada Siswa TK Aisyiyah Kota Sukabumi. Universitas Muhammadiyah Sukabumi: Motion. Vol. VIII. No. 2. September 2017.
Uswatun Hasanah. Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan Tradisional Bagi Anak Usia Dini. STAIN Jurai Siwo Metro Lampung: Pendidikan Anak. Vol.5. Ed. 1. Juni 2016.
. Pola Asuh Orangtua Dalam Membentuk Karakter Anak. STAIN Jurai Siwo: Elementary. Vol. 2. Ed. 2. Juli 2016.
Yulinda Erma Suryani. Kesulitan Belajar. Magistra. Vol.XXII. No. 73. September 2010.


[1] Dadan Suryana, “Pendidikan Anak Usia Dini ‘Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak’”, (Jakarta: Kencana, 2016), Cet. I, h. 1.
[2] Sukarno L. Hasyim, “Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Islam”, (STAI Miftahul ‘Ula Kertosono Nganjuk: Lentera, Vol.1, No. 2, September 2015), h. 218.
[3] Eko Triyanto, dkk., “Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran”, (UNS: Teknologi Pendidikan, Vol. 1, No. 2, 2013), h. 226. 
[4] Uswatun Hasanah, “Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan Tradisional Bagi Anak Usia Dini”, (STAIN Jurai Siwo Metro Lampung: Pendidikan Anak, Vol.5, Ed. 1, Juni 2016), h. 718.
[5] Muazar Habibi, “Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini ‘Buku Ajar S1 PAUD’”, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), Ed.1, Cet.1, h. 1. 
[6] Ahmad Mushlih, dkk., “Analisis Kebijakan PAUD ‘Mengungkap Isu-Isu Menarik Seputar AUD’”, (Jawa Tengah: Mangku Bumi, Cet.I, 2018), h. 24. 
[7] Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini ‘Buku Ajar S1 PAUD’”., h. 115.
[8] H. E. Mulyasa, “Strategi Pembelajaran PAUD”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017), h. 239. 
[9] Budi Andayani, “Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah”, (Jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 1, 2000), h. 11.
[10] Husnatul Jannah, “Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral Pada Anak Usia Di Kecamatan Ampek Angkek”, (Universitas Negeri Padang: Pesona PAUD, Vol.1, No. 1, 2012), h. 3. 
[11] Uswatun Hasanah, “Pola Asuh Orangtua Dalam Membentuk Karakter Anak”, (STAIN Jurai Siwo: Elementary, Vol. 2, Ed. 2, Juli 2016), h. 74. 
[12]Ibid.,h. 3-4.
[13]  Nur’aeni, “Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. I.
[14] Ibid., h. 105-123.
[15] Mukhtar Latif, dkk., “Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini ‘Teori dan Aplikasi’”, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), Cet. 3, h. 288.
[16] Nur’aeni, “Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah”, h.120.
[17] Ibid., h. 123. 
[18] Ibid., h. 124-126.
[19] Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, (Jakarta: PT. Elex Media Kompitindo, 2017), h. 157. 
[20] Jenny Gichara, “Mengatasi Perilaku Buruk Anak”, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), h. 17. 
[21] Farida, “Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis”, (STAIN Kudus Jawa Tengah Indonesia, Vol. 6, 1 Juni 2015), h. 17.
[22] Nugraheni, “Menguak Belantara Autisme”, (UNDIP Semarang: Buletin Psikologi, Vol. 20, No. 1-2, 2012), h. 14.
[23] Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 187.
[24] Ibid., h. 203.
[25] Ibid., h. 262.
[26] Jenny Gichara, “Mengatasi Perilaku Buruk Anak”, h. 15.
[27] Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 311.
[28] Nur’aeni, “Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah”, h. 82. 
[29] Rita Eka Izzaty, “Perilaku Anak Prasekolah ‘Masalah dan Cara Mengahadapinya’”, h. 304.
[30] Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012),  h. 1.  
[31] Ismail, “Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Aktif Di Sekolah”, (UIN Ar-Raniry Banda Aceh: Edukasi,Vol.2, No. 1, Januari 2016), h. 33. 
[32] Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan Belajar”, (Magistra, Vol.XXII, No. 73, September 2010), h. 34
[33] Munawir Yusuf & Siti Badriyah, “Jangan Biarkan Anak Kita Berkesulitan Belajar”, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), h. 15.  
[34] Ibid., h.  16.
[35] Ibid., h. 19.
[36] Ibid., h. 20.
[37] Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”, h. 210. 
[38] Titits Nurina dan Ahmad Alwi Nurudin, “Identifikasi Gangguan Perseptual Motorik Pada Siswa TK Aisyiyah Kota Sukabumi”, (Universitas Muhammadiyah Sukabumi: Motion, Vol. VIII, No. 2, September 2017), h. 158. 
[39] Ibid., h. 160. 
[40]  Mulyono Abdurrahman, “Anak Berkesulitan Belajar ‘Teori, Diagnosis, dan Remediasinya’”, h. 133.
[41] Ibid., h. 134-135. 

MANTAN GUBERNUR LAMPUNG YANG TETAP EKSIS SEBAGAI DUTA BESAR REPUBLIK INDONESIA UNTUK KROASIA

  ( Gambar 1. Komjen (Purn.) Drs. H. Syachroedin Zainal Pagaralam (Kanan) ) [1] Sjachroedin Zainal Pagaralam yang saat ini memili...